Minggu, 12 Juni 2011

ORANG ALIM MASUK NERAKA, PELACUR MASUK SURGA? Astaghfirullah, Apa Pesan Dibaliknya?

 Oleh Fuad Amsyari
8 September 2009

Ada pembelajaran tentang Islam yang ‘menyesatkan’ di Jawa Pos 24/8/09 pada RUBRIK ‘Spirit Ramadhan’.. Tulisan itu awalnya mensitir adanya ‘kebrutalan’ masa bersama MUI terhadap kompleks pelacuran.di Riau yang ditayangkan sebuah stasiun TV. Si penulis mencela mengapa melakukan tindak kekerasan pada sesama manusia di bulan suci Ramadhan terkait pelacuran itu.  Lalu dilanjutkan oleh penulis uraian panjang lebar disertai untaian kata menarik  sebuah ‘cerita sufi’ yang lalu diberi fokus heading tebal dan besar oleh Jawa Pos “Orang Alim Masuk Neraka, Pelacur Masuk Surga”. Astaghfirullah. Terasa sekali nuansa pelecehan terhadap ulama dan penghormatan pada pelacur, di bulan suci Ramadhan ini. Ringkas ceritanya, alkisah ada seorang alim  bertetangga dengan seorang pelacur. Saban hari si orang alim membayangkan kerusakan akhlak si pelacur karena perzinaan yang dilakukannya. Sebaliknya si pelacur saban hari selalu berfikir positif pada si orang alim dan berbangga punya tetangga yang keulamaannya  begitu baik, bahkan dia berkhayal kapan bisa meniru perilaku si ulama. Ujung dongengnya, kedua orang itu mati dan diproses di akherat. Si Ulama ternyata di masukkan neraka karena selalu berfikiran buruk terhadap perilaku pelacur, sebaliknya si pelacur dimasukkan surga karena selalu berfikiran mulia terhadap tetangganya yang alim itu. Apa yang salah dengan artikel tersebut?? Berikut ini respon saya atas tulisan yang ditulis seorang staf Departemen Agama RI itu.


Setiap tulisan tentu memberi suatu pesan pada pembacanya, bukan asal tulis. Begitu pula jika sebuah Media memuat sebuah tulisan tentu ada pesan ideologis dari redaktur media tadi. Itulah sebabnya seorang Intelek tidak asal menulis tulisan dan Media juga tidak memuat semua tulisan yang masuk ke meja redaksi.. Saya tidak yakin bahwa tulisan saya ini akan dimuat di media tertentu walau sudah saya kirimkan ke mereka karena dinilai tidak cocok dengan selera atau misi ideologis media tersebut.

Dari awal tulisan nampaknya si penulis menyatakan pendapatnya yang tidak setuju oleh bentuk tindakan masyarakat bersama MUI  dalam merespon aktifitas maksiat di lokasi pelacuran pada bulan Ramadhan. Saya lalu teringat betapa gencarnya media mengkritik sikap-sikap awal FPI memberantas kemaksiatan, yang ujungnya menabrakkan FPI dengan Kepolisian, dan akhirnya terbentuklah stigma bahwa FPI brutal, tidak berperikemanusiaan, dan akhirnya citra FPI ‘rusak’ di mata masyarakat. Ujung prose situ adalah ditangkap serta diadilinya Pimpinan FPI. Sejak itu nampaknya FPI jadi ‘jinak’ dan ‘baik’,   tidak lagi mengoreksi kemaskiatan sebagaimana awalnya. Kini artikel itu terasa memberi pesan sejenis, namun sasarannya bukan lagi FPI tapi MUI. Apakah ini awal dari pengulangan kisah masa lalu yang agendanya mengarah ‘menjinakkan’ MUI dalam membawa misi kebenaran Islam di tengah masyarakat (ingat MUI lah yang gencar dan tegas mengoreksi berbagai aliran sesat Islam di masyarakat). Apakah maunya  kesesatan-kemaksiatan-kemungkaran yang terjadi di masyarakat lalu sepenuhnya diserahkan pada penguasa tanpa kontrol masyarakat? Apa betul begitu ‘maksud baik atau sasarannya’?? Bagaimana kiranya jika suatu masa Penguasa Negeri ini seperti Presiden RI dan Kepolisian RI jelas-jelas memihak kebenaran-kebaikan  yang dituntun agama, lalu melarang tegas  kesesatan-kemaksiatan-kemungkaran? Tidak mustahil  bisa jadi Penguasa itulah yang lalu akan ‘dijinakkan’ agar Penguasa ‘membiarkan’ saja segala kemungkaran-kemaksiatan dan kesesatan meraja lela di masyarakat Indonesia.  Siapa yang untung jika kemungkaran, kemasiatan, kesesatan  merebak luas di masyarakat Indonesia yang mayoritasnya muslim ini? Mudah ditebak bukan?  Pelaku bisnis kemaksiatan-kemungkaran yang akan dirugikan secara ekonomi jika pelacuran dan kemungkaran-kemaksiatan lain terkendali ketat. Pemilik Ideologi yang memusuhi Islam dan tidak menghendaki umat Islam di negeri ini kokoh aqidah-syariahnya juga berkepentingan. Semoga Indonesia cepat memiliki semakin banyak orang Islam yang baik dan pintar sehingga akan bisa mengatasi berbagai macam rekayasa canggih musuh Islam.

Bagaimana hakekat yang benar tentang penilaian Allah swt tentang perbuatan makhlukNya? Apa nuansa yang terasakan dalam dongeng orang alim dan pelacur pada artikel tersebut? Terasa sekali di sana betapa ulama dipojokkan dan pelacur disanjung. Pengadilan di akherat diberitakan ternyata ditentukan oleh isi pikiran atau khayalan orang bukan oleh perbuatan nyata orang. Bukankah al Qur’an tegas menyatakan bahwa penilaian akan nasib seseorang di akherat  adalah oleh perbuatan nyata manusia dan bukan oleh apa yang sedang dikhayalkan di pikiran (lihat al Qur’an surat An Najm ayat 39,  bahwa manusia akan dinilai Allah dari perbuatan nyata)? Dalam khasanah literer di dunia Islam akhir-akhir ini memang padat dengan dongeng-dongeng yang mencoba merusak iman-ketaqwaan umat yang tentunya dikembangkan dan didukung oleh musuh Islam. Musuh Islam itu bahkan berani membuat hadits palsu dan menyelewengkan makna ayat al Qur’an yang sudah jelas kandungan substansinya (muhkamat). Mereka sering membuat cerita-cerita dan lalu menyebarkan seolah itu adalah produk alim ulama masa lalu atau bahkan produk sahabat nabi. Astaghfirullah, berani benar mereka pada Tuhannya, atau mereka memang tidak bertuhan?

Seorang muslim yang baik harus waspada akan dongeng-dongeng seperti itu agar tidak terjerumus membawa kerusakan umat. Tentunya  hanya orang Islam yang lengah atau sudah dibeli oleh kepentingan lain yang mau menyebarluaskan hikayat atau riwayat yang memusuhi Islam. Dalam kasus dongeng tersebut jelas si orang alim dilecehkan dan si pelacur disanjung. Orang sepertinya lalu boleh berbuat maksiyat apapun asal selalu berfikiran positif dan cukup mimpi mau meniru  perilaku positif orang baik untuk bisa  dimasukkan surga. Sebaliknya ulama sehebat apapun amaliahnya jika berfikiran negatif pada perilaku para penjahat dan pelaku maksiyat (seperti pelacur yang jelas nyata-nyata berzina) akan dimasukkan neraka. Mana ada dalil begitu dalam ajaran Islam?

MUI, FPI, NU, Muhammadiyah, dan semua organisasi Islam apakah Orpol, Ormas, LSM Islam harus terus berjuang mengatasi segala kerusakan Bangsa dan Negara oleh pemikiran-pemikiran jahat yang merusak ajaran Islam yang benar. Bangsa ini mayoritasnya muslim (sekitar 90%), maka jika kualitas muslim di negeri ini rusak (apakah akidahnya, sosial ekonominya, kemampuan nalarnya oleh musuh-musuh Islam yang nyata maupun terselubung)  maka akan rusaklah bangsa-negara Indonesia.

Wahai para aktifis Islam selamatkan umat dan bangsa-negara kalian dari kesesatan Islam, kemaksiatan, dan kemungkaran yang akan menghancurkan bangsa-negara ini. Wahai kaum muslimin yang sedang diberi Allah swt banyak kelebihan, apa  berupa kecerdasan, gelar banyak, kekayaan melimpah, kekuasaan formal-informal, jangan mudah tertipu oleh keuntungan duniawi yang tidak seberapa untuk lalu mengabaikan maraknya kesesatan agama-kemaksiatan-kemungkaran yang akan menghancurkan akal-budi bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar